Kamis, 01 April 2010

Kadar Lemak dan Organoleptik Biji Kakao

~ Kadar Lemak
Kadar lemak pada umumnya dinyatakan dalam persen dari berat kering keping biji. Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini dipakai oleh konsumen sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musim. Biji kakao yang berasal dari pembuahan musim hujan umumya mempunyai kadar lemak lebih tinggi. Sedang, karakter phisik biji kakao pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar kulit, berpengaruh pada randemen lemak biji kakao. Kisaran kadar lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49 - 52 %.
Lemak kakao merupakan campuran trigliserida, yaitu senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lebih dari 70 % dari gliserida terdiri dari tiga senyawa tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan oleopalmistearin (POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas. Komposisi asam lemak kakao sangat berpengaruh pada titik leleh dan tingkat kekerasannya. Titik leleh lamak kakao yang baik untuk makanan cokelat mendekati suhu badan manusia dengan tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar.
Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu. Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji kakao kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan lembab. Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1%. Biji kakao dianggap sudah mulai mengalami kerusakan pada kadar asam lemak bebas di atas 1,3 %. Oleh karena Codex Allimentarius menetapkan toleransi kandungan asam lemak bebas di dalam biji kakao dengan batas maksimum 1,75 %.

~ Organoleptik
Beberapa konsumen, terutama industri makanan dan minuman cokelat di Eropa, menghendaki beberapa persyaratan mutu tambahan, yaitu uji organoleptik. Selain menginginkan mutu phisik dan kandungan lemak yang tinggi, mereka lebih menyukai biji kakao yang mempunyai cita-rasa dan aroma khas cokelat yang menonjol dan rasa asam yang minimal.
Citarasa dan aroma khas cokelat akan berkembang lebih sempurna pada biji kakao yang telah mengalami proses fermentasi yang sempurna. Secara kualitatif, kesempurnaan proses fermentasi dapat dilihat dari perubahan warna keping biji kakao. Dengan uji belah dapat diketahui bahwa warna dominan keping biji tanpa fermentasi adalah ungu (violet) atau sering disebut biji slaty. Warna tersebut secara bertahap akan berubah menjadi coklat sejalan dengan perkembangan proses dan waktu fermentasi. Makin panjang waktu fermentasi, warna coklat makin dominan. Secara kuantitatif, tingkat kesempurnaan fermentasi dapat dinalisis dengan metoda kimiawi. Contoh uji biji kakao disangrai pada suhu dan waktu tertentu dan kemudian dilarutkan dengan senyawa kimia standar. Penentuan derajat fermentasi berdasarkan warna keping biji dan diukur dengan spektrophotometer pada panjang gelombang tertentu.
Derajat fermentasi berdasarkan warna keping biji dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkat, yaitu :
• Fermentasi kurang mwnghasilkan keping biji berwarna ungu penuh (tanpa fermentasi), warna ungu seperti batu tulis (fermentasi 1 hari), warna ungu dan coklat sebagian (fermentasi 2 - 3 hari), warna cokelat dengan sedikit ungu (fermentasi 4 hari)
• Terfermentasi sempurna menghasilkan keping biji berwarna coklat dominan
• Fermentasi berlebihan menghasilkan warna keping biji coklat gelap dan berbau tidak enak.
Penentuan derajat fermentasi berdasarkan warna dilakukan dengan uji belah. Biji kakao dibelah tepat di bagian tengah, arah memanjang dari keping biji. Permukaan biji yang terbelah dapat dilihat dengan jelas. Selain itu, uji ini dapat digunakan untuk menentukan serangan jamur atau serangga di dalam apakah keping biji. Keduanya dapat dilihat dari miselia yang tumbuh di dalam keping biji atau telur dan larva serangga yang bersarang di dalam keping biji.

1 komentar: